"janji tiga tahun"

gender : drama tragedi

inspiration : empp... cerita putri bulan (cerita rakyat jepang) dan percintaan sahabatku yang buatku NGIRRIIII

warning : cerita ini 100% ngarang... ngaco bin gaje...

summary : khoirul yaqin (khoya) dan Tika, ini cerita mereka,, mereka berjanji akan bertemu lagi setelah tiga tahun kepergian tika,, bisahkah mereka ber temu..??? monggo dibaca


.

pria dengan rambut tegak berdiri, seperti jarum, kulit tan, bermata hitam pekat, bersender di dinding pembatas antara laut dan jalan raya, terlihat kepulan asap rokok dari mulutnya.. entahlah untuk menghilangkan rasa dingin atau gelisahnya

Dia biarkan angin laut menyibakan rambutnya beberapa kali. Tatapannya nampak sendu mengarah ke laut lepas, menatap matahari senja yang tinggal menghitung menit untuk kembali ke peraduannya. Pikirannya sedang dipenuhi kilasan-kilasan masa lalu yang terlewati tahun-tahun belakangan. Banyak hal yang terjadi, tapi pria itu masih ingat kejadian tiga tahun lalu ditempat yang sama ini.

Flashback.

Tepi pelabuhan agak ramai sore ini. Beberapa pasangan muda-mudi nampak asyik menikmati sunset dan angin laut yang bertiup lembut. Ombak kecil bergulung-gulung seperti saling berkejaran. Seorang pemuda berambut duri dan gadis berambut ikal sebahu juga di tepi pelabuhan itu. Sama-sama menikmati suasana yang cukup romantis bagi siapa saja yang sedang jatuh cinta.

"khoya (author say : maaf ya,,, karna nama khoirul yaqin tidak komersil saya singkat aku singkat saja biar kedengaran keren,, hahahah), kapan ya aku bisa menikmati sunset ini bersamamu lagi?" tanya si gadis tanpa menoleh ke lawan bicaranya. "Besok aku sudah harus pergi. Padahal kita baru saja bisa menikmati kebersamaan ini kan. Huch, menyebalkan!"

khoya tak lantas menjawab. Dia tersenyum mendengar keluhan gadis disebelahnya. Pandangannya kemudian ikut menatap laut lepas.

"Jika kau sudah kembali, aku bersedia menemanimu setiap hari melihat sunset ini kok."

"Tapi itu masih lama kan? Masih tiga tahun lagi. Hn...Kadang aku menyesal harus pergi jauh ke Paris."

"Itu juga demi cita-citamu menjadi designer kelas dunia kan, tika. Tiga tahun tidaklah lama kurasa. Nanti kalau kau sudah berhasil, kirimi aku undangan untuk melihat fashion show pertamamu. Pasti aku akan segera datang. Hehehe."

"Terima kasih, kak." tika pun jadi ikut tersenyum. "Begini saja. Setelah tiga tahun dari sekarang, kita berjanji untuk bertemu lagi disini. Bagaimana?"

khoya mengerutkan dahinya mendengar perkataan tika..

"Kau tidak mau, kak? Tiga tahun lagi kau harus menungguku disini. Begitu lulus, aku akan cepat pulang dan menemuimu. Kita akan menikmati sunset ini lagi bersama. Maukan?" tika mengulang kembali pertanyaannya.

"Boleh saja kalau kau sendiri tidak repot. Tiga tahun dari sekarang, aku akan menunggumu disini. Aku janji."

"Baiklah. Aku juga berjanji."

Keduanya pun lantas tersenyum.

Flashback end.

Dan disinilah khoya (khoirul yaqin) sekarang. Ditempat dan waktu yang sama seperti tiga tahun lalu. Menunggu gadis berambut  itu datang seperti janjinya waktu itu. Apa khoya salah dengan waktu perjanjiannya? Tapi bagaimana mungkin bisa dia lupa. Dia mencatat baik-baik tanggal ini dalam otaknya. Apa Tika yang justru lupa?

Tiga tahun bukan waktu yang singkat. Begitu banyak yang terjadi dalam rentang waktu itu. Tahun pertama, khoya masih bisa tahu keadaan tika karena mereka masih saling berkomunikasi. Tapi memasuki tahun kedua tika disana, komunikasi mereka semakin jarang. Beberapa kali khoya coba menghubungi gadis itu, bahkan pernah menyusulnya ke Paris. Tapi Tika seperti hilang ditelan bumi. Kontak mereka pun terputus begitu saja. Sampai detik ini, keberadaan tika seperti antara ada dan tiada.

khoya kembali menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu menghembuskan asapnya untuk bersatu dengan angin laut dan hilang dalam sekejap.

"Apa kau sudah lupa dengan janji yang kau ucapkan sendiri tiga tahun lalu, tika? Tiga tahun aku menunggu tanpa kabar darimu. Sehatkah kau disana? Berhasilkah kau menjadi designer seperti yang kau inginkan? Hanya untuk hari ini, telah ku korbankan semua. Hanya untuk hari ini, aku menunggu untuk mengatakan apa yang belum sempat ku katakan tiga tahun lalu. Aku mencintaimu, tik. Mungkin kau hanya sekedar menganggapku seorang sahabat, tidak lebih, tapi setiap melihat senyummu, aku jadi bermimpi bisa memiliki senyum itu selamanya. Aku mencintaimu, sangat mencintaimu. Adakah sedetik saja kau disana, memikirkanku seperti aku yang selalu memikirkanmu?"

Matahari sudah tenggelam. Lampu-lampu jalanan, satu persatu menyala untuk menerangi tepi pelabuhan yang sudah sepi. khoya merapatkan sweater oranye-nya untuk mengurangi dinginya angin laut yang terasa asin. Dia kembali menghisap rokoknya yang terakhir.

"Sampai sini saja, ya?" tanya khoya pada dirinya sendiri sambil tersenyum miris. Dibuangnya puntung rokok di tangannya, menginjak puntung itu, lantas melangkah pergi.

khoya memasuki sebuah mobil hitamnya  yang terpakir agak jauh dari tempat dia berdiri. Seorang gadis berambut panjang, burmuka chibi, sudah duduk di depan setir menunggunya.

"Bagaimana?" tanya gadis itu pada khoya yang sudah duduk disebelahnya.

"Kau menang, nurul" kata khoya. "Sesuai janji, karena dia tidak datang, aku akan menikah denganmu. Aku akan ikut bersamamu tinggal di Bali. tika hanya akan jadi masa laluku."

Gadis itu tersenyum manis.

"Ayah harus segera tahu kabar baik ini."

Mobil itu kemudian melaju. Meninggalkan tepi pelabuhan yang sudah kosong.

"Selamat tinggal..., tika!"

.

.

.

Jarum jam digital yang berada disamping ranjang, baru menunjukan pukul 3 lewat 5 menit. Masih terlalu pagi. Tapi tika sedari tadi masih saja disana. Duduk didepan meja rias, dengan cermin besar yang memantulkan tubuh bagian atasnya. Baju tidur putihnya yang agak kusut, nampak kontras dengan rambut panjangnya yang bergelombang tergerai bebas. Tatapan matanya nampak sendu. Ada sesuatu yang sedang dipikirkanya.

Sebuah desahan pelan di kamar yang masih hening itu, meluncur dari bibirmanis tika. Setitik rasa bersalah, tanpa permisi memenuhi rongga-rongga kosong dihatinya. Seharusnya dia tidak berada disini sekarang, di jakarta. Seharusnya dia berada dibelahan bumi yang lain. Seharusnya saat ini dia berada ditepi laut lamongan, menikmati sunset bersama seorang pemuda sahabatsekaligus seseorang yang special untuknya, khoya, seperti janjinya tiga tahun lalu. Tapi tika yang mengusulkan untuk bertemu lagi, dia sendiri yang mengingkari janji itu.

Tiga tahun bukanlah waktu yang singkat. Banyak hal yang terjadi dalam rentang waktu itu. Dan ternyata, waktu bisa mengubah hati seseorang. Begitulah yang tika rasakan. Apa yang dia alami tiga tahun belakangan ini, telah merubahnya dari dia yang selalu optimis, ceria dan bersemangat, menjadi tika yang pesimis, pendiam dan dingin menatap masa depannya sendiri.

Tahun pertama di Paris untuk mengejar cita-cita menjadi designer kelas dunia, berjuta optimisme masih meluap-luap di dada tika. Janjinya untuk mengundang khoya dalam fashion show pertamanya pasti akan terwujud kelak. tika pun masih sering berkomunikasi dengan khoya (author say: jangan marah ya masbroo, ini cuma karanganku saja), walau jarak lamongan-Paris tidak bisa dibilang dekat.

Memasuki tahun ke dua, dua kejadian penting telah merubah takdir hidupnya. Kematian ayahnya,  dan juga mulai goyahnya perusahaan ayahnya yang selama ini membiayai kuliahnya, . Dua kejadian itu membuat cita-citanya seakan menjauh. Kuliahnya jadi berantakan dan pikiran jadi tidak fokus lagi. Komunikasi dengan khoya pun semakin jarang, malah kemudian putus sama sekali. tika jadi pribadi yang dingin dan pendiam sejak saat itu.kediamanya berbeda dengan swaktu dulu, dulu karna dia adalah perempuan miss malu, sekarang diam karna mirisnya hidu yang dia alami

"Kau masih cantik sayang. Walau dalam keadaan kusut seperti itu." Suara seorang pria yang setengah berbaring di atas ranjang membuyarkan lamunan tika. Nampaklah dada bidang pria itu yang tidak tertutup selimut. matanya tajam berambut hitam pekat bergaya harajuku, dan acak2kan

"Terima kasih, fahmi-ku." tika tersenyum pada pria yang telah dinikahinya beberapa bulan yang lalu berawal dari pertemuan yang tak disengaja di depan monumen nasional (author say: monas.. tau gak?). Pria inilah yang telah membuatnya kembali sedikit terhibur. "Apa aku membangunkanmu? Maafkan aku. Padahal kau harus mengikuti rapat penting besok kan?"

"Tidak. Hanya saja, aku merasa ranjang ini terasa dingin ya?" jawab pria itu tersenyum jahil sambil menepuk-nepuk tempat kosong disebelahnya.

"Kau nakal, sayang."

tika lantas beranjak mendekati ranjang tempat pria itu berbaring. Tak lama, dia sudah tenggelam dalam pelukan suaminya.

"Maafkan aku..., khoya."

.

TAMAT.................................

author say: hhhhuuuuuuuaaaaaaa hahahahahahaha, maaf-maaf, serius masbro, ini cuman fiksi dan khayalanku saja, tapi bukan berarti aku suka pacarmu ya.....

oh ya sekuel 2 dari "my story" agak kacau,, jadi harus saya tulis ulang,,, maaf ya... mungin nanti

dedication : teman saya khoirul yaqin dan pacarnya tika



Leave a Reply.

    Selamat datang di fahmi92 site, saya harap sobat bisa share ke teman yang lain... enjoy it

    Author

    Ini adalah kumpulan coretanku, walau gak bagus-bagus amat, i just wanna share this.. hehehe

    by. fahmi fr


    Categories

    All
    Cerpen


    Archives

    November 2012
    September 2012



    klik juga iklan-nya